Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Primbon Jawa Menurut Pandangan Islam

Primbon Jawa Menurut Pandangan Islam


Primbon Jawa Menurut Pandangan Islam

Aku adalah orang Jawa yang hidup di lingkungan dimana masyarakatnya masih kental dengan budaya adat dari nenek moyang, atau adat yang telah mereka lakukan secara turun temurun. Dan aku adalah penganut Agama Islam yang ingin menjalankan agama sesuai dengan aturan yang benar tanpa menyekutukan-Nya, bahwa Allah SWT. adalah Maha Esa. Maka di bawah ini adalah penjelasan tentang primbon, semoga juga akan bermanfaat untuk Anda:

Orang Jawa sangat jeli memperhatikan dan mengamati tanda-tanda alam. Kemudian mereka membuat pembakuan-pembakuan atas kejadiaan yang terjadi secara berulang-ulang kepada anak cucu mereka. Kejadian kejadian yang dibakukan biasanya telah direkam oleh orang Jawa sendiri selama ribuan tahun. Primbon sendiri berisi ramalan-ramalan yang berkaitan dengan hari, penentuan hari baik dan buruk dan pemberian makna dari suatu kejadian. Sehingga semua itu terkenal sampai zaman sekarang, kita sudah tidak asing lagi mendengar kata-kata yang mungkin sering diucapkan oleh nenek atau orang tua kita “Jangan menikah di bulan suro. Nanti rumah tangganya akan hancur”.  “Jangan mengadakan acara di hari itu. Itu bukan hari baik.” Sedangkan dalam Islam sendiri sudah dijelaskan bahwa semua hari, semua bulan adalah baik.

Alasan penulis ingin mengulas tentang Primbon dalam pandangan Islam adalah karena, pada zaman sekarang masih banyak orang-orang yang menjadikan primbon sebagai referensi kehidupan. Lalu bila ada unsure negative yang dikatakan pada primbon tersebut, beberapa orang biasanya mendamaikannya dengan mendekatkan diri kepada Allah. Sedangkan primbon sendiri berisi suatu ramalan-ramalan kejadian yang direkam oleh manusia sendiri selama ribuan tahun lalu. Dan dalam Islam sendiri: mempercayai sesuatu selain Allah termasuk musyrik.

Apa sebenarnya arti Primbon?

Primbon sebenarnya dikenal diseluruh suku di Nusantara tetapi lebih menggejala di Jawa. Kata primbon berasal dari kata dasar imbu yang berarti “memeram buah agar matang”, yang kemudian mendapat imbuhan “pari” dan akhiran “an” sehingga terbentuk kata primbon. Secara umum, primbon diartikan sebagai buku yang menyimpan pengetahuan tentang berbagai hal. Wojo-wasito dan Poerwadarminta (1980:211) memberikan definisi primbon sebagai “buku yang memuat astrologi dan mantera.” Primbon sendiri menerangkan tentang kegaiban. Berisi ramalan-ramalan, penentuan hari baik dan buruk, kelahiran, perkawinan (jodoh), kematian, pengobatan tradisional dan pemberian makna pada suatu kejadian.

Pada dasarnya kitab Primbon adalah catatan tentang berbagai kejadian yang pernah terjadi atau berdasarkan penuturan orang-orang terdahulu dan dibukukan oleh seorang pujangga atau orang pintar sehingga bisa dipelajari dengan mudah sampai sekarang. Beberapa Masyarakat Indonesia pun masih ada yang menjadikan primbon menjadi referensi hidup. Contoh kitab primbon adalah kitab Primbon Bataljemur Adam Makna dan Kitab Primbon Lukman Hakim. Para dukun pun sering juga berpedoman pada buku-buku sejenis primbon ini.

Sejarah asal usul Primbon

Data sejarah menyatakan bahwa Masyarakat jawa menganut kepercayaan Animisme dan Dinamisme yang memuliakan roh alam dan roh nenek moyang. Seperti yang kita ketahui ramalan-ramalan Jawa dalam Primbon ini sering kita dengar dari orang-orang tua Jawa. Sudah dijelaskan diatas bahwa masyarakat jawa menganut Animesme dan Dinamisme. Sehingga pada waktu itu dianggap wajar apabila semua kejadian atau peristiwa yang terjadi akan dihubungkan dengan fenomena alam. Dengan begitu nenek moyang suku Jawa akan terdorong untuk mempelajari gejala-gejala alam dan untuk memudahkan dalam penyampaian kepada generasi selanjutnya maka mereka menuliskannya dan kemudian dibukukan dalam kitab Primbon.

Sistem berpikir jawa, menurut Dawami (2002:12) suka kepada mitos. Mereka lebih percaya kepada dongeng-dongeng sakral yang sudah diturunkan dari nenek moyang. Disamping itu, masyarakat Jawa memang bersifat lentur dan akomodatif, sehingga dapat menerima kebudayaan lain dengan mudah. Masyarakat Jawa juga sangat terbuka. Karena itu, apa saja yang baik akan diterima dengan senang hati, termasuk didalamnya pengaruh keyakinan. Namun, disisi lain masyarakat Jawa juga sangat menjaga tradisi spiritual mereka. Maka mereka akan menjalankan kewajibannya sesuai dengan keyakinannya tanpa meninggalkan hakikat tradisi spiritual yang diwariskan dari nenek moyang mereka.

Tradisi yang telah ada akan mengakar dan mempengaruhi mental pribadi masyarakat, yang pada akhirnya masyarakat akan terus menjaga dan melestarikan tradisi tersebut. Meskipun, banyak dari mereka tidak mengerti apa yang telah dilakukan nenek moyangnya.

Salah satu contohnya adalah, Kita sering mendengar ucapan orang-orang tua kita “Jangan menikah di Bulan Syawal, nanti rumah tangganya akan hancur atau cerai” Tanpa kita sadar atau mungkin sadar, kita telah menurunkan kalimat tersebut kepada generasi ke generasi bahkan tanpa kita mengetahui alasan ‘kenapa tidak boleh menikah di bulan syawal’. Mungkin, menurut penulis nenek moyang Jawa pada zaman dahulu hanya menemukan banyak rumah tangga yang rusak atau cerai tanpa menghitung rumah tangga yang berhasil yang menikah di bulan Syawal. Kenyataannya adalah Rasulullah menikahi Aisyah di bulan Syawal.

Siti Aisyah r.a berkata “Rasulullah SAW mengawini aku pada bulan Syawal, dan tinggal bersama ku pada bulan Syawal, karenanya Siti Aisyah menganjurkan kaum muslim untuk menggauli istrinya di bulan Syawal”


Primbon Jawa Menurut Pandangan Islam


Jadi, ramalan-ramalan dalam Primbon tersebut awalnya merupakan catatan-catatan hasil pengamatan nenek moyang Jawa tentang bagaimana kehidupan masyarakat Jawa di zaman dahulu. Mencatat kejadian-kejadian penting pada tanggal-tanggal atau bulan-bulan tertentu dan menjadikannya sebagai sebuah pedoman. Primbon hanya merupakan hasil buah pikir manusia dari pengamatan tentang kejadian yang pernah terjadi yang tidak selamanya benar.  

Apakah Primbon itu Peninggalan Islam?

Dakwah Islam yang dilakukan oleh Walisongo di Jawa bisa di bilang sukses tanpa pertumpahan darah, dengan damai. Untuk menarik masyarakat Jawa zaman dahulu untuk memeluk Islam dilakukan dengan menempuh berbagai cara. Para Wali dengan sabar, tabah dan hati-hati mengikuti keadaan dan mengindahkan tradisi yang sedang berlaku serta memperhatikan sungguh-sungguh tabiat dan jiwa orang-orang yang akan diberi pengertian atau dakwah tentang Islam.

Namun, sekarang sebaliknya yang bertebaran adalah kisah-kisah walisongo yang berbau mistik, khurofat, bid’ah dan lain-lain. Menurut Sumanto, sejarawan dan penulis dari Semarang, Para Wali sengaja menyisipkan kisah-kisah semacam itu, “Melihat Islam Jawa yang lebih banyak kleniknya merupakan strategi dakwah rezim Mataram dalam menyebarkan Islam. Mereka membuat babad atau cerita sejarah bercampur legenda dengan nuansa keIslaman. Sultan Agung mengetahui bahwa jika ajaran Islam yang rasionalistis disebarkan di tanah Jawa, ajaran itu “tidak laku” dan orang Jawa akan lari ke Hindu, ke Budha atau kembali ke agama nenek moyang mereka. Maka rezim Mataram meramu sedemikian rupa yang mengadopsi unsur sinkretisme dan mistisisme agar orang Jawa merasa “enjoy” memeluk islam” (Radio Singapore Internasional).

Maka tak heran bila sering ditemui kisah-kisah Walisongo versi jawa yang berbau Kejawen, Abangan, Kebathinan dan lain-lain. Bukan salah walisongo. Ditambah lagi ulah para ahli syirik, bid’ah, tukang ramal yang membawa-bawa nama walisongo dalam ajarannya. Padahal itu semua tentu bukan ajaran yang diturunkan oleh para Wali. Karena Walisongo adalah para ulama yang sangat besar ketakwaannya kepada Allah swt dan mengenal baik apa yang di haramkan dan dihalalkan oleh Syariat Islam.

Para wali meyakini benar bahwa sejarah yang sudah ada turun temurun ditambah sifat masyarakat Jawa yang sangat mempertahankan tradisi nenek moyang  tidak mungkin dapat dihapus dengan perdebatan. Diantaranya cara-cara yang ditempuh dengan budaya yang digemari oleh penduduk. Namun, kedalam budaya tersebut para Wali memasukkan unsur-unsur ajaran Islam yang mudah diserap.

Seperti salah satunya, Kitab Primbon telah berkembang dan dijadikan pedoman kehidupan masyarakat Jawa sebelum Islam masuk ke tanah Jawa. Namun, Kitab Primbon yang tersebar pada masa itu adalah kitab primbon yang berisi tentang ramalan-ramalan, kelahiran, hari baik atau buruk dan sebagainya. Akhirnya, Sunan Bonang membuat kitab Primbon (mengambil budaya yang sudah ada) berbeda dengan kitab Primbon yang sudah ada di masyarakat Jawa sebelumnya (mengganti dengan unsur Islam didalammya). 

Kitab Primbon Sunan Bonang tidak ada unsur ramalan-ramalan, kelahiran, kematian, jodoh, atau bahkan hari baik atau buruk. Primbon Sunan Bonang berisi Fiqh, Tasawwuf dan Tauhid. Terdapat juga ajakan seruan kepada pembacanya agar menjauhkan diri dari perbuatan syirik (Menyekutukan Allah SWT dengan yang lain). Pada penutup Primbon, Sunan Bonang menyerukan “Hendaklah perjalanan lahir batinmu sesuai dengan jalan syari’at, mencintai dan berteladan kepada Rasulallah saw.”

Pandangan Islam Terhadap Primbon

Primbon yang berisi tentang ramalan-ramalan, kelahiran, perhitungan hari baik dan buruk, serta perjodohan hukumnya adalah tidak benar. Islam tidak mengajarkan tentang berpegang pada waktu tertentu entah itu jam, hari, bulan, atau pasaran (Pon, Wage, dll.) untuk memulai sesuatu yang baik. Islam mengajarkan agar membaca Basmalah untuk memulai pekerjaan yang baik kapanpun itu. Dalam sebuah hadits yang statusnya hasan lighairihi disebutkan:

“Setiap perbuatan baik yang tidak diawali dengan bismillah adalah terputus” (HR. Ibn Hibban)
            
Yang dimaksud dari bacaan diatas adalah untuk menggantungkan semuanya kepada Allah SWT dan segala sesuatu yang terjadi hanya karena izin-Nya. Prasangka kita terhadap Allah akan kembali pada diri kita sendiri, begitulah yang disebutkan dalam salah satu hadits qudsi.

Di dalam Agama Islam sendiri kita tidak dibolehkan menghukumi ada hari sial atau tanggal sial. Dalam kajian masalah aqidah, berkeyakinan sial karena melihat peristiwa tertentu atau terhadap hari tertentu disebut thiyarah atau tathayur. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut perbuatan ini sebagai kesyirikan. Sebenarnya keyakinan ini sama persis dengan keyakinan masyarakat jahiliyah masa silam.

Lainnya yang terdapat pada Primbon yaitu pitungan. Pitungan yaitu kemampuan bisa menghitung dan memaknai tanggal, bulan, weton dan sebaginya. Dengan ilmu ini, Ki pitungan (tukang menghitung tanggal) akan menentukan hari baik, hari kurang baik, dan hari yang paling bahaya. Atau biasa dikenal ini adalah Ramalan.

Karena nasib dan takdir seseorang sama sekali tidak ada hubungannya dengan tanggal lahir, weton, tanggal nikah, bulan jodoh, dan sebagainya. Karena dalam islam semua hari dan semua tanggal adalah baik.

Namun, sayangnya pada masa sekarang masyarakat telah biasa dengan tradisi tersebut. Sehingga, menggeser pola pikir masyarakat bahwa diramal atau mempercayai ramalan adalah sesuatu yang sangat biasa. Padahal dalam Islam perbuatan itu diharamkan oleh Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa yang mendatangi seorang peramal, lalu menanyakan kepadanya tentang satu ramalan maka tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh malam.” (HR Muslim).

Orang yang mempercayai ramalan adalah orang yang kufur terhadap apa yang telah di wahyukan kepada Nabi Muhammad Saw. Ramalan tersebut telah mendahului sesuatu yang telah menjadi rahasia Allah SWT. Dan sesungguhnya rahasia Allah SWT tidak akan pernah bisa diketahui oleh siapapun. Mempercayai ramalan akan menjadikan orang tersebut kufur kepada Allah SWT. Karena ia telah menduakan Allah SWT. Padahal, Allah-lah yang maha luas ilmunya. Barang siapa yang mempercayai ramalan maka ia telah berbuat syirik kepada Allah SWT.

“Barang siapa yang membatalkan maksud keperluannya karena ramalan mujur-sial maka dia telah syirik kepada Allah. Para sahabat bertanya “Apakah penebusnya, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ucapkanlah, “Ya Allah, tiada kebaikan kecuali kebaikan-Mu, dan tiada kesialan kecuali yang Engkau timpakan dan tidak ada Tuhan kecuali Engkau.” (HR Ahmad).

Perkara dimasa datang adalah perkara yang menjadi kekhususan Allah SWT. Tidak pantas setiap makhluk menerka-nerka apa yang akan terjadi di masa selanjutnya melalui ramalan atau semacamnya. Cukuplah seorang muslim meyakini bahwa segala sesuatu telah ditakdirkan oleh Allah SWT. Kita hanya berusaha dan disertai tawakal.

Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok [1188]. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Luqman:34).

[1188] Maksudnya: manusia itu tidak dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok atau yang akan diperolehnya, namun demikian mereka diwajibkan berusaha.

KH. Musthofa Bisyri (2006: 201-202) menegaskan bahwa penggunakan buku-buku primbon dalam kaitan dengan ibadah seorang muslim adalah tidak benar. Beliau juga menyatakan bahwa buku-buku tersebut hanyalah tuntutan “perdukunan” belaka, karena para dukun sering merajuk pada buku-buku sejenis itu.


Primbon Jawa Menurut Pandangan Islam


Pengaruh Primbon di Zaman Sekarang

Pada zaman modern seperti sekarang ini bahkan masih ada beberapa orang yang percaya dengan Primbon dan menjadikannya acuan kehidupan mereka. Kitab Primbon seakan-akan sudah menjadi pegangan turun-temurun, tidak bisa hilang begitu saja meskipun sudah memeluk agama maupun dilanda moderanisasi. Bahkan, contoh nyatanya bisa kita lihat dimedia massa. Ada beberapa iklan primbon di televisi, iklan Koran, maupun iklan-iklan yang ditempel ditempat-tempat umum. Ini menandakan bahwa minat masyarakat terhadap primbon masih cukup tinggi. 

Namun, sayangnya Fenomena yang terjadi pada masyarakat kita kali ini adalah pada saat ramalan itu berkata sesuai dengan keinginan atau terjadi sesuai dengan apa yang kita alami, kita merasa senang dan bangga, akan tetapi jika itu salah, tidak jarang kita malah mencaci maki ramalan karena itu seperti bualan saja dan bila ramalan kita tidak sesuai dengan keingan atau terjadi hal yang jelek maka kita akan berlindung ke Allah SWT. Padahal sudah jelas sekali bahwa Allah SWT melarang umatnya percaya terhadap ramalam-ramalan sejenis itu.

Lalu, mengapa orang-orang yang bahkan sudah memiliki agama masih percaya terhadap ramalan? 

Karena ramalan atau kitab-kitab seperti itu memberikan banyak hal yang orang-orang inginkan. 

Informasi dan jaminan tentang masa depan, cara untuk terbebas dari situasi yang mereka hadapi saat ini. Padahal bila ditinjau dari cara pembuatan kitab tersebut, itu hanyalah hasil pengamatan manusia atas beberapa kejadian yang pernah terjadi.

Dan, bila dipikir secara logika, tidak semua orang akan tertimpa kejadian yang sama persis dengan orang-orang lain di masa lampau. Mungkin, bila memang iya itu hanya beberapa dan itu hanyalah suatu kebetulan bukan suatu yang memang sudah direncanakan.

Orang-orang zaman sekarang yang masih mempercayai hal-hal berbau ramalan, sebenarnya mereka hanya butuh orang lain untuk mendengarkan mereka dan menunjukan beberapa kekhawatiran mereka untuk masalah yang sedang mereka hadapi.

Jadi, Pada intinya kitab primbon yang berisi tentang ramalan, hari baik atau buruk, kematian, dan kelahiran dipandang tidak benar dalam Islam. Karena, perkara di masa datang adalah perkara yang menjadi kekhususan Allah SWT. Akan tetapi memang sulit memberantas kebiasaan mistik tersebut, sebab kecenderungan masyarakat yang suka mistik merupakan realitas dan hasil proses sejarah yang panjang. Ini merupakan pengaruh ajaran animisme dan dinamisme dan juga pengaruh ajaran Hindu. Kepercayaan terhadap kekuatan ghaib di Indonesia masih cukup tinggi sebab budaya yang dibentuk adalah sinkretisme yang mencapur-adukan masalah  kepercayaan budaya dengan agama.

Reformarsi Islam baru dimulai pada abad ke 20. Reformasi ini menginginkan dikembalikannya syariah murni yang ternyata hanya mampu mencakup ke daerah perkotaan. Namun, itu juga masih ada beberapa warga perkotaan yang percaya terhadap kitab-kitab seperti ini atau bahkan dukun yang menggunakan kitab yang sejenis. Setelah diamati secara lebih jauh sebetulnya kepercayaan terhadap benda-benda seperti ini hanya bersifat psikologis.

Bila dipilah-pilah tidak semua isi primbon mengancu pada kesyirikan atau ramalan. 

Primbon juga berisi tentang pengobatan tradisional yang bermanfaat bagi kita dizaman sekarang. Di masa saat zaman sekarang obat modern dengan harga yang sangat tinggi, maka obat-obatan tradisional lah yang menjadi alternatifnya. Didalam Primbon terdapat tentang ramuan-rumuan obat-obat tradisional untuk menyembuhkan penyakit tertentu yang pastinya berguna bagi bidang kesehatan dan juga berisi tentang cara pengobatan tradisonal. 

Primbon juga sebagai salah satu warisan nenek moyang kita yang harus kita jaga. Namun, tidak dengan cara mempercayainya, menjadikannya sebagai pedoman hidup atau semacamnya. 

Itu hanya untuk memberi kita pengetahuan tentang cara pikir nenek moyang kita dahulu yang sangat kental dengan animisme dan dinamismenya, memberikan kita pengetahuan tentang sejarah nenek moyang kita.

Semoga kita semua akan mendapat petunjuk yang benar di jalan Allah SWT, Amiin. (from: Diansnrsh).

Post a Comment for "Primbon Jawa Menurut Pandangan Islam"